Ringkasan Materi PPKn Kelas 9 Bab 3 "Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" | Bagian 3 - Melaksanakan Prinsip-Prinsip Kedaulatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ringkasan Materi PPKn Kelas 9 Bab 3 "Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" | Bagian 3 - Melaksanakan Prinsip-Prinsip Kedaulatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sumber: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas IX Edisi Revisi 2018 |
CecepGaos.Com - Halo, sahabat Edukasi! Selamat datang kembali di blog sederhana CecepGaos.Com, media informasi pendidikan terbaru.
Kali ini, CecepGaos.Com akan berbagi Ringkasan Materi PPKn Kelas 9 Bab 3 "Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" | Bagian 3 - Melaksanakan Prinsip-Prinsip Kedaulatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Selamat pagi anak-anakku kelas 9!
Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dan selalu dalam lindungan Allah Swt.
Alhamdulillah hari ini, kita bisa bertemu kembali dalam pelajaran PPKn. Sebelum kita mulai, marilah kita membaca doa terlebih dahulu, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa dimulai. Selesai.
Anak-anakku, pada pertemuan kali ini, kita akan mempelajari Bab 3 "Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" | Bagian 3 - Melaksanakan Prinsip-Prinsip Kedaulatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Perkembangan Demokrasi di Negara Republik Indonesia
a. Demokrasi Parlementer 1945 – 1959
Pada periode ini, terutama pada kurun waktu tahun 1945 sampai tahun 1949, menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demokrasi yang harus dilaksanakan adalah demokrasi Indonesia dengan kabinet presidensial. Namun, dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, berubah menjadi demokrasi parlementer.
Begitu pula pada kurun pemberlakuan UUD RIS 1949. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah demokrasi parlementer (sistem demokrasi liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, sedangkan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan kembali kepada bentuk Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
Pada masa pemberlakuan UUDS 1950, demokrasi parlementer masih tetap dipertahankan. Namun, pada kenyataannya demokrasi ini tidak cocok dengan jiwa bangsa Indonesia. Hal tersebut menimbulkan silih bergantinya kabinet, pembangunan tidak lancar, serta partai-partai mementingkan kepentingan partai dan golongannya. Hal ini sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia dalam keadaan bahaya yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya:
- pembubaran badan konstituante;
- memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD Sementera 1950;
- pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS);
- pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
b. Demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin. Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila, yaitu dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Akan tetapi, presiden menafsirkan ”terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ”Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian, pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden, menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
Beberapa penyimpangan itu di antaranya sebagai berikut.
- Presiden mengangkat anggota MPRS berdasarkan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959.
- Presiden membubarkan DPR pada tanggal 5 Maret 1960 karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan tahun 1960, dan Presiden membetuk DPR-GR pada tanggal 24 Juni 1960.
- Presiden melakukan pengintegrasian lembaga-lembaga negara berdasarkan Penetapan Presiden No. 94 tahun 1962 tanggal 6 Maret 1962, yaitu Ketua MPRS, Ketua DPR-GR dan wakil Ketua DPA mendapat kedudukan sebagai Wakil Menteri Pertama, serta Ketua MA, wakil-wakil Ketua MPRS dan DPR-GR mendapat kedudukan sebagai menteri.
- Pengangkatan Presiden seumur hidup melalui Tap. MPRS No. III/ MPRS/1963.
- Penyimpangan politik luar negeri, di mana Indonesia hanya bekerja sama dengan negara-negara sosialis-komunis dan melakukan konfrontasi dengan hampir semua negara Barat.
- Presiden membubarkan partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila tetapi memberikan kesempatan berkembangnya Partai Komunis Indonesia yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Keadaan negara yang tidak stabil, menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan masyarakat, terutama para pemuda, pelajar, dan mahasiswa. Beberapa kalangan masyarakat tersebut kemudian mengajukan tiga tuntutan rakyat yang dikenal dengan Tritura. Isi dari tiga tuntutan tersebut adalah sebagai berikut.
- Bubarkan PKI
- Bersihkan kabinet dari unsur PKI
- Turunkan harga dan perbaiki ekonomi
Tuntutan rakyat ini
mendapat tanggapan dari pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret,
terutama dalam menciptakan keamanan dalam negeri yang ditandai dengan dikeluarkannya
Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal dengan SUPERSEMAR dari Presiden
Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Tidak lama kemudian, masa kepemimpinan
negara beralih dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, yang dikenal
dengan masa Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru bertekad untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara murni dan
konsekuen.
c. Demokrasi
Pancasila 1966 – 1998
Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 secara murni dan konsekuen. Pada periode ini secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila dan dikembalikan fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945.
Demokrasi Pancasila berpangkal dari kekeluargaan dan gotong royong. Sehingga dapat dirumuskan bahwa Demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hik mah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan didasari nilai-nilai ketuhanan, dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, demi persatuan dan kesatuan bangsa untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Demokrasi Pancasila, musyawarah untuk mufakat sangat diharapkan karena setiap keputusan dalam musyawarah hendaknya dapat dicapai dengan mufakat. Tetapi bila tidak tercapai mufakat, maka pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemungutan suara.
Demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki keunggulan tertentu. Keunggulan tersebut antara lain:
- mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat dalam semangat kekeluargaan;
- mengutamakan keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum;
- lebih mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Dalam
pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden yang
tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga
terjadilah penyalahgunaan kekuasaan. Hal tersebut ditandai dengan tumbuh
suburnya budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara
dibatasi, praktik demokrasi menjadi semu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat
kekuasaan pemerintah. Lahirlah gerakan Reformasi yang dipelopori mahasiswa yang
menuntut reformasi dalam berbagai bidang. Puncaknya adalah dengan pernyataan
pengunduran diri Soeharto sebagai presiden, kemudian digantikan oleh B.J.
Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden.
d. Demokrasi
Pancasila Masa Reformasi 1998 – sekarang
Demokrasi yang dikembangkan pada masa Reformasi, pada dasarnya adalah demokrasi berdasarkan pada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis. Selain itu, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga negara dengan menegaskan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Demokrasi Pancasila saat ini, telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang memilih presiden dan wakil presiden, serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Bergulirnya reformasi yang diiringi dengan perubahan dalam segala bidang kehidupan, menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi di Indonesia. Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi, sangat bergantung kepada beberapa hal berikut.
- Komposisi elite politik. Dalam demokrasi modern dengan bentuknya demokrasi perwakilan rakyat, mendelegasikan kedaulatan dan kekuasaannya kepada para elite politik.
- Desain institusi politik. Para elite politik mendesain institusi pemerintahan dan memiliki pengaruh besar dalam menentukan apakah demokrasi baru menjadi stabil, efektif, dan terkonsolidasi.
- Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik di kalangan elite dan nonelite.
- Peran civil society (masyarakat madani) untuk menciptakan kultur toleransi yang mengajarkan keterampilan dan nilai-nilai demokrasi, sikap kompromi, serta menghargai pandangan yang berbeda.
0 Response to "Ringkasan Materi PPKn Kelas 9 Bab 3 "Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" | Bagian 3 - Melaksanakan Prinsip-Prinsip Kedaulatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945"
Post a Comment