Ringkasan Materi PPKn Kelas 7 Bab 6 “Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia"
Ringkasan Materi PPKn Kelas 7 Bab 6 “Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia"
Sumber: SS BSE PPKn Kelas 7 |
CecepGaos.Com - Halo, sahabat Edukasi! Selamat datang kembali di blog sederhana CecepGaos.Com, media informasi pendidikan terbaru.
Kali ini, CecepGaos.Com akan berbagi Ringkasan Materi PPKn Kelas 7 Bab 6 “Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia"”
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Selamat pagi anak-anakku kelas 7!
Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dan selalu dalam lindungan Allah Swt.
Alhamdulillah hari ini, kita bisa bertemu kembali dalam pelajaran PPKn. Sebelum kita mulai, marilah kita membaca doa terlebih dahulu, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa dimulai. Selesai.
Anak-anakku, pada pertemuan kali ini, kita akan mempelajari Bab 6 “Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia".
A.
Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Perjuangan Menuju Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Sejarah tentang lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia semakin menguat setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada
sekutu. Peristiwa tersebut mendorong para pemuda dengan jiwa muda dan
semangatnya bergerak mendesak ”golongan tua” untuk secepatnya memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
Kesepakatan pemuda di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, membulatkan tuntutan pemuda ”… bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat itu sendiri, tak dapat
digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Jalan satu-satunya adalah
memproklamasikan kemerdekaan oleh kekuatan bangsa Indonesia sendiri.” Tekad para pemuda tersebut akhirnya
mendorong terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
Saat itu, suasana di Rengasdengklok menjadi tegang. Ir. Soekarno oleh
golongan pemuda diminta agar memenuhi keinginan rakyat Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaan dengan kekuatan bangsa Indonesia sendiri. Setelah
berdebat panjang, desakan
para pemuda akhirnya
disanggupi oleh Ir. Soekarno yang akan segera memproklamasikan
kemerdekaan, tetapi dilakukan di Jakarta.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 rombongan dari Rengasdengklok tiba di
Jakarta. Dengan mempertimbangkan berbagai tempat yang aman untuk membahas
proklamasi, kemudian Ir. Soekarno dengan para penyusun teks proklamasi lainya
menjadikan rumah Laksamana Muda Maeda sebagai tempat menyusun naskah Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia. Di kediaman
Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta, teks proklamasi dirumuskan.
Meskipun tidak mendapat persetujuan dari Jepang, Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta segera merumuskan teks proklamasi dengan tulisan tangan sendiri. Kalimat pertama berbunyi
”Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”, kemudian
diubah menjadi ”Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan
Indonesia” yang berasal dari Achmad Subardjo.
Sumber :
www.berpendidikan.com |
Kalimat kedua oleh Soekarno berbunyi ”Hal-hal yang mengenai pe- mindahan
kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang
secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Kedua kalimat
itu kemudian digabung dan disempurnakan oleh Drs. Moh. Hatta sehingga berbunyi
seperti teks proklamasi yang kita miliki sekarang.
Ir. Soekarno kemudian meminta semua yang hadir menandatangani naskah
proklamasi itu selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Namun, Sukarni, selaku
salah satu pimpinan golongan pemuda, mengusulkan agar Soekarno-Hatta
menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Selanjutnya, Ir. Soekarno meminta
Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut dengan beberapa perubahan yang
telah disetujui. Ada tiga perubahan redaksi atas teks proklamasi, yaitu : a.
kata tempoh diganti dengan kata tempo; b. wakil bangsa Indonesia diganti dengan
atas nama bangsa Indonesia; dan c. cara menuliskan tanggal Djakarta, 17-8-05
diganti menjadi Djakarta, hari 17, boelan 08, tahoen 05.
Selanjutnya, setelah diketik oleh Sayuti Melik, teks proklamasi ditanda-
tangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.Pada tanggal
17 Agustus 1945, hari Jumat, pukul 10.00
WIB, di depan rumah Ir. Soekarno Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Ir. Soekarno dengan didampingi Drs.
Moh. Hatta membacakan teks proklamasi dengan disaksikan lebih kurang 1.000 orang.
Setelah teks proklamasi dibacakan, dikibarkanlah sang Saka Merah Putih
oleh Suhud dan Latief Hendradiningrat dan secara spontan peserta menyanyikan
lagu Indonesia Raya sehingga sampai sekarang setiap pengibaran bendera dalam
upacara bendera selalu diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia
Raya. Berita proklamasi menyebar dengan cepat
ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri.
Berita kemerdekaan Indonesia
disebarkan para pemuda dengan selebaran kertas ataupun tulisan tangan di
berbagai tempat. Rakyat melakukan doa syukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia.
Teks proklamasi disusun secara singkat dan hanya terdiri atas dua
alinea. Kedalaman makna yang termuat dalam teks proklamasi menunjukkan kelebihan dan ketajaman
pemikiran para pembuat naskah proklamasi waktu
itu.
Alinea pertama teks proklamasi berbunyi, ”Kami bangsa Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia”. Hal itu mengandung makna bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia telah dinyatakan dan
diumumkan kepada dunia. Alinea kedua berbunyi, ”Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” bermaksud agar pemindahan kekuasaan
pemerintahan harus dilaksanakan secara hati-hati dan penuh perhitungan agar
tidak terjadi pertumpahan darah secara besar-besaran.
Proklamasi Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna yang dapat
kita telaah dari berbagai aspek sebagai berikut.
a.
Aspek Hukum
Proklamasi merupakan pernyataan keputusan
politik tertinggi bangsa Indonesia untuk menghapuskan hukum kolonial dan
diganti dengan hukum nasional, yaitu lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
b. Aspek Historis
Proklamasi merupakan titik akhir sejarah
penjajahan di bumi Indonesia sekaligus menjadi titik awal Indonesia sebagai
negara yang merdeka bebas dari penjajahan bangsa lain.
c. Aspek Sosiologis
Proklamasi menjadikan perubahan dari
bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka. Proklamasi memberikan rasa
bebas dan merdeka dari belenggu penjajahan.
d. Aspek Kultural
Proklamasi membangun peradaban baru dari
bangsa yang digolongkan pribumi (pada masa penjajahan Belanda)
menjadi bangsa yang mengakui
persamaan harkat, derajat, dan martabat manusia yang sama.
e. Aspek Politis
Proklamasi menyatakan bahwa bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan mempunyai
kedudukan sejajar dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.
f. Aspek Spiritual
Kemerdekaan
yang diperoleh merupakan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang meridai
perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah. Kemerdekaan bangsa Indonesia
tidak terlepas dari doa seluruh rakyat Indonesia kepada Yang Maha Kuasa untuk
segera terlepas dari penjajahan.
2.
Pengertian Daerah
dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan awal dibentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia yang diproklamasi- kan
oleh para pendiri negara adalah negara kesatuan. Pasal 1 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, ”Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik”.
Para pendiri negara menekankan
pentingnya persatuan dan kesatuan yang diwujudkan dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Para pendiri negara telah mewariskan nilai-nilai persatuan dan
kesatuan dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur persatuan dan
kesatuan dalam beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut.
a. Sila ke-3 Pancasila, ”Persatuan Indonesia”;
b. Pembukaan UUD 1945 alinea IV, ”…
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada … persatuan
Indonesia...”; serta
c.
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk Republik”.
Berdasarkan pemikiran dari dua orang
tokoh pendiri negara (Muhammad Yamin dan Soepomo) perancang UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, disimpulkan bahwa susunan daerah pembagiannya terdiri
dari daerah besar, daerah-daerah istimewa, dan daerah-daerah kecil desa atau sebutan lain (nagari,
dusun, marga, huta, kuria, gampong, meunasah). Pembagian susunan daerah itu
tidak membuat negara Indonesia terpecah-pecah, akan tetapi tetap dalam satu ikatan, yaitu negara Indonesia.
Konstitusi
negara Indonesia juga secara tegas mengakui dan menghormati satuan-satuan pe- merintahan daerah yang
bersifat istimewa dan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisional- nya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adapun yang dimaksud
dengan masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum adat atau adat istiadat
seperti desa, marga, nagari, gampong, huta, dan huria.
Kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum yang telah disebutkan, selain dihormati dan diakui dalam
sistem pemerintahan negara Indonesia juga mempunyai hak hidup yang sederajat
dengan kesatuan pemerintahan lain seperti kabupaten, kota dan provinsi. Hal ini dipertegas kembali dalam Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, ”Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan pasal ini,
negara mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat hukum adat seperti desa,
marga, nagari, gampong, huta, dan huria.
Dalam perkembangannya, mengingat
luasnya wilayah negara, urusan pemerintahan yang semakin kompleks, dan jumlah
warga negara yang makin banyak dan heterogen maka dilaksanakan azas otonomi dan
tugas perbantuan. Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah
negara kesatuan dengan sistem
pemerintahan daerah yang
berasaskan desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Majelis Permusyawartan Rakyat Republik
Indonesia (MPR RI) menyatakan bahwa ada tujuh prinsip yang menjadi paradigma
dan arah politik
yang mendasari pasal-pasal 18, 18A, dan 18B, yaitu sebagai berikut.
a.
Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
b.
Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya.
c.
Prinisp kekhususan dan keragaman daerah.
d.
Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya.
e.
Prinisip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa.
f.
Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum.
g.
Prinsip hubungan pusat dan daerah
dilaksanakan secara selaras
dan adil (Rusdianto
Sesung,2013 :46).
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah yang memuat tentang hubungan dan wewenang pemerintah
pusat dan daerah, pembagian urusan pemerintahan, dan beberapa hal yang lain
yang bertalian dengan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemberian otonomi
yang seluas-luasnya kepada
daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah ini dilaksanakan berdasarkan prinsip
negara kesatuan sehingga otonomi daerah merupakan subsistem dari negara
kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintah pusat dan
tidak ada pada daerah. Pemerintahan daerah dalam negara kesatuan merupakan satu
kesatuan dengan pemerintahan nasional. Oleh karena itu, walaupun daerah
diberikan kewenangan otonomi seluas-luasnya akan tetapi tanggung jawab akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat.
B. Peran Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.
Peran Daerah dalam Perjuangan Kemerdekaan
Kedatangan
bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang di wilayah Indonesia yang diteruskan
dengan penjajahan, mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia di berbagai daerah.
Perlawanan selama penjajahan Portugis antara lain
perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Sultan Harun, perlawanan rakyat Demak
menyerang Malaka dipimpin oleh Pati unus dan menyerang Sunda Kelapa dipimpin
oleh Falatehan. Selama penjajahan Belanda banyak perlawanan antara lain
perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh Tjut Nyak Dien, Teuku Umar, Panglima
Polem, dan yang lain. Perlawanan rakyat di Sumatra Utara dipimpin oleh Raja
Sisingamangaraja XII. Perlawanan di daerah Jawa dengan
tokohnya seperti Sultan
Ageng Tirtayasa, Sultan
Agung, dan Pangeran Diponegoro. Di Kalimantan rakyat melawan penjajahan
dipimpin oleh Pangeran Antasari, perlawanan rakyat Sulawesi dengan tokoh Sultan
Hasanudin dan Maluku dipimpin oleh Pattimura, serta perlawanan rakyat Bali
dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.
Perjuangan merebut
kemerdekaan mengalami perubahan strategi setelah Kebangkitan
nasional 1908. Perjuangan yang sebelumnya bersifat fisik dan kedaerahan,
menjadi perjuangan dengan mengutamakan organisasi dan bersifat nasional. Pada saat perjuangan ini berdirilah organisasi perjuangan di
beberapa daerah seperti Jong Minahasa, Jong Islamiten Bond, Jong Ambon, Budi Utomo,
Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia, dan sebagainya. Juga muncul tokoh asal daerah di Indonesia
yang menjadi tokoh nasional seperti Soekarno,
Mohammad Husni Thamrin,
Muhammad Hatta, Liem Koen Hian, Andi Pettarani, A.A Maramis,
Latuharhary, dan tokoh nasional yang lain.
Perjuangan ini terus
berlanjut setelah kemerdekaan untuk memper- tahankan kemerdekaaan dari
keinginan Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Berbagai peristiwa sejarah
mencatat kegigihan para pejuang Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Seperti
peristiwa pertempuran Ambarawa, peristiwa Bandung Lautan Api, perang gerilya
Jenderal Soedirman, pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, dan peristiwa
perjuangan yang lainnya.
2. Peran Daerah
dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Saat Ini
Kekayaan
alam dan potensi yang dimiliki setiap daerah di Indonesia sesungguhnya
merupakan kekayaan dan potensi seluruh bangsa Indonesia sehingga tidak hanya milik daerah yang bersangkutan. Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa , ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah, yakni
daerah otonom harus berperan nyata dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarkat melalui pelayanan
publik, pemberdayaan, partisipasi masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peran daerah dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain sebagai berikut.
a.
Mempertahankan bentuk dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ketentuan pasal 37 ayat (5)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi, ”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan”.
b.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan,
pendidikan, dan pendapatan masyarakat.
c.
Memajukan bangsa melalui inovasi dan kreativitas aparatur sipil negara
di daerah.
d.
Melaksanakan pembangunan nasional untuk meningkatkan pemerataan
pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, kesempatan dan
kualitas pelayanan publik, dan daya saing daerah.
e.
Mengembangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.
C.
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai lahirnya negara bangsa (nation state)
Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan berhak
menentukan nasib dan arah bangsanya sendiri. Bentuk negara yang dipilih oleh
para pendiri bangsa adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam perjalanan
sejarah bangsa Indonesia pernah terjadi upaya untuk menggantikan bentuk negara.
Misalnya, menggantikan bentuk negara kesatuan menjadi
negara serikat. Hal ini terjadi pada tahun 1949 sampai dengan
tahun 1950 dengan dibentuknya Republik Indonesia Serikat.
Daerah juga memiliki peranan yang
penting dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sejarah telah
membuktikan bahwa tanpa peran rakyat di seluruh daerah belum tentu tercapai
perjuangan kemerdekaan bangsa. Sejarah perjuangan bangsa dan peran daerah dalam
perjuangan berdiri NKRI mengandung nilai-nilai yang sangat penting
diwarisi oleh generasi muda, antara lain sebagai berikut.
1.
Perjuangan melawan penjajah oleh daerah memiliki arah tujuan yang sama,
yaitu kemerdekaan Indonesia.
2.
Tokoh pejuang daerah merupakan tokoh pejuang bangsa Indonesia.
3.
Persatuan dan kesatuan telah terbukti menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
4.
Bangsa Indonesia telah sepakat membentuk negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai pilihan yang tepat.
5.
Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
6.
Sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.
Sedangkan pemahaman peran daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia saat ini menunjukkan pentingnya kesadaran
nilai-nilai, seperti berikut ini.
1.
Kemajuan daerah akan lebih cepat tercapai apabila bangsa Indonesia
memiliki nilai persatuan dan kesatuan.
2.
Kemakmuran bersama merupakan tujuan masyarakat Indonesia, bukan
kemakmuran bagi perorangan atau kelompok atau
daerah.
3.
Kekayaan alam merupakan milik bersama seluruh rakyat Indonesia, dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat.
4.
Pengembangan kemajuan dan kemakmuran daerah diarahkan pada kemajuan dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama tanpa membeda- bedakan
asal daerah.
Sikap etnosentrisme yang mengandung makna sikap yang menganggap budaya daerahnya sebagai budaya yang tertinggi secara berlebihan dan budaya daerah lain dianggap lebih rendah. Sikap ini dalam kehidupan nampak antara lain sikap mengutamakan kelompok daerahnya, memilih pemimpin atas dasar asal daerah, memaksakan budaya daerah kepada orang lain, dan sebagainya. Beberapa kerusuhan dalam masyarakat terkadang dapat dipengaruhi oleh faktor kedaerahan, seperti kerusuhan antarpenonton sepakbola, antarwarga dalam masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu sikap etnosentrisme yang sempit harus dihindari.
Referensi
Surya Saputra, Lukman. dkk. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
0 Response to "Ringkasan Materi PPKn Kelas 7 Bab 6 “Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia""
Post a Comment