Ringkasan Materi PPkn Kelas 7 Bab 3 “Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Sumber gambar: Screenshot BSE PPKn SMP/MTs Kelas VII |
Ringkasan Materi PPkn Kelas 7 Bab 3 “Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
A. Perumusan dan Pengesahan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
1.
Perumusan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Konstitusi dalam bahasa Inggris ”constitution”,
dalam bahasa Belanda ”constitutie”, dalam bahasa Jerman ”konstitution”,
dan dalam bahasa Latin ”constitutio” yang berarti undang-undang dasar
atau hukum dasar.
Konstitusi terbagi menjadi dua, yaitu
konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah
aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara yang mengatur
perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak
tertulis disebut juga
konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering
timbul dalam sebuah negara (Budi Juliardi, 2015:66-67).
Di dalam negara yang menganut paham
demokrasi, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi
kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang.
Negara
Indonesia menganut paham konstitusionalisme sebagaimana ditegaskan dalam pasal
1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Konstitusi
adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara. Oleh karena itu, menurut Jimly Asshiddiqie (2008:5) konstitusi bukan
undang-undang biasa. Konstitusi tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh
badan khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Dalam hierarki hukum, konstitusi
merupakan hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya sehingga
peraturan-peraturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Merujuk buku Konstitusi dan Konstitusionalisme
karangan
Jimly Asshiddiqie, disebutkan bahwa naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan
oleh BPUPKI. Hal itu dilakukan pada masa sidang kedua tanggal 10 Juli sampai
dengan 17 Juli 1945, saat itu dibahas hal-hal teknis tentang bentuk negara dan
pemerintahan baru yang akan dibentuk.
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara
Kesatuan, sebutan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri
atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo. Rancangan Undang-Undang Dasar
diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI
mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”.
Pada
sidang tanggal 15 Juli 1945 dilanjutkan dengan
acara ”Pembahasan Rancangan
Undang-Undang Dasar”.
Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya
diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI
tanggal 16 Juli 1945. Selain itu juga, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan
Panitia Pembelaan Tanah Air.
2. Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan
BPUPKI melaksanakan sidang, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945.
Dalam
persidangan PPKI tanggal
18 Agustus 1945, di hasilkan
keputusan sebagai berikut.
a.
Mengesahkan
UUD 1945.
b.
Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta
sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
c.
Membentuk
Komite Nasional Indonesia Pusat.
Sidang PPKI telah melakukan beberapa perubahan rumusan
pembukaan UUD naskah Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil
sidang kedua sebagai berikut.
a.
Kata Mukaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
b.
Sila pertama, yaitu Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan
rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa.
c.
Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi
”Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” menjadi ”Presiden
ialah orang Indonesia asli.”
d.
Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara
berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa.
B. Arti
Penting UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 bagi Bangsa
dan Negara Indonesia
Setiap bangsa yang merdeka akan membentuk suatu pola
kehidupan berkelompok yang dinamakan negara. Pola ini dalam bernegara perlu
diatur dalam suatu naskah berupa aturan hukum tertinggi dalam kehidupan Negara
Republik Indonesia yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
berisi aturan dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Kedudukannya sebagai hukum
yang paling tinggi dan fundamental sifatnya, karena merupakan sumber legitimasi
atau landasan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan di bawahnya. Sesuai
dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak boleh ber-
tentangan dan harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
C. Peran Tokoh Perumus UUD 1945
Anggota BPUPKI telah mewakili seluruh
wilayah Indonesia, suku bangsa,
golongan agama, dan pemikiran yang berkembang di masyarakat saat itu. Ada dua paham utama yang dimiliki pendiri negara dalam
sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama. Pendiri negara yang didasarkan
pemikiran nasionalisme menginginkan negara
Indonesia yang akan dibentuk merupakan negara nasionalis atau negara
kebangsaan, sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan pada salah
satu agama. Berbagai
perbedaan di antara anggota BPUPKI dapat diatasi
dengan sikap dan perilaku pendiri
negara yang mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
BPUPKI melaksanakan sidang dengan semangat kebersamaan dan
mengutamakan musyawarah dan mufakat. Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal
1 Juni 1945 menyatakan, ” ...Kita hendak
mendirikan negara Indonesia,
yang bisa semua harus melakukannya. Semua buat semua!... ” Dari pendapat
Ir. Soekarno tersebut jelas terlihat bahwa para pendiri negara berperan sangat
besar dalam mendirikan negara Indonesia, terlepas dari para pendiri negara
tersebut memiliki latar belakang suku dan agama yang berbeda.
Sidang BPUPKI dapat terlaksana secara
musyawarah dan mufakat. Hal itu dapat kalian lihat dari pertanyaan Ketua
BPUPKI, dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat dalam sidang BPUPKI tanggal 16 Juli
1945, yaitu :
”Jadi, rancangan ini sudah diterima semuanya. Jadi, saya ulangi lagi, Undang-Undang
Dasar ini kita terima dengan sebulat-bulatnya. Bagai- manakah Tuan-tuan? Untuk
penyelesaiannya saya minta dengan hormat yang
setuju yang menerima,
berdiri. (saya lihat Tuan Yamin belum berdiri). Dengan suara bulat diterima
Undang-Undang Dasar ini. Terima kasih Tuan-tuan”.
Pertanyaan dari ketua
BPUPKI dan tanggapan dari seluruh anggota
sidang BPUPKI menunjukkan bahwa para pendiri negara telah mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan serta mengutamakan musyawarah
mufakat dalam membuat keputusan tentang dasar negara dan Undang-Undang Dasar
Negara 1945. Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya,
merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan terhadap bangsa dan negara.
Dalam Persidangan PPKI, para tokoh pendiri
negara memperlihatkan kecerdasan, kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa
kekeluargaan, toleransi, dan penuh dengan permufakatan dalam setiap pengambilan
keputusan. Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan antara lain dapat
diketahui dalam pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau
berkompromi dengan penjajah dan bangga sebagai bangsa yang baru merdeka.
Referensi
Surya Saputra, Lukman. dkk. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas VII.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
0 Response to "Ringkasan Materi PPkn Kelas 7 Bab 3 “Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”"
Post a Comment